Bukan kekasih, teman ataupun orang tua. Dia
yang mampu mengahapus segala kasedihan, dia yang mampu memberi kita segalanya,
dialah sang maha pencipta alam semesta, Allah Azza Wa Jalla. Kenapa Dia
cemburu? Kepada siapakah Dia cemburu? Mungkin itu pertanyaan yang terlintas
dalam benak kita. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah cemburu, orang
mukmin itu cemburu. Kecemburuan Allah ialah jika orang mukmin melakukan apa
yang diharamkan atas dirinya.” Awalnya kita tidak pernah menyangka bahwa
Allahpun juga pecemburu, bukan hanya kekasih di dunia yang selalu pikirkan
setiap hari, tapi pikirkanlah Dia! Apakah kita pernah berhati- hati melakukan
sesuatu yang tidak membuat Allah cemburu? Sepuluh banding satu kayaknya, atau
malahan tidak pernah. Coba kalau kekasih di dunia, kita selalu menjaga sikap,
agar tidak membuat ia cemburu. Sungguh ironis memang melihat fakta yang ada,
tapi itulah manusia yang selalu terbelenggu oleh hawa nafsunya.
Lewat
sabda Rasulullah diatas sangat jelas, bahwa letak kecemburuan Allah ketika
orang mukmin melakukan hal yang diharamkan dan melalaikan ketaatan kepada- Nya.
Bukankah ketika kita telah mengikrarkan keimanan kepada Allah, berarati kita
telah berikrar untuk menjadi hamba dan memilih Allah diatas segalanya, itulah
semestinya. Terkadang kita lupa pada sang pencipta ketika kebahagiaan kita
dapatkan, tanpa berpikir bahwa kebahagiaan tersebut adalah kejutan dari Allah,
hadiah dari Allah. Tetapi, apa yang kita perbuat ketika mendapat kesensaraan,
kesusahan, kesedihan, kita menangis, baru mengadu kepada- Nya, adapula yang
menyalahkan Allah, Astaghfirullah. Sungguh sangat tidak adil apabila
kita terus seperti ini. Allah tidak pernah tega membuat hamba- hamba- Nya
menderita, karena Allah Maha tahu yang terbaik buat hamba- hamba- Nya. Dia
selalu menghibur dengan firman- firman- Nya, “sesungguhnya setelah kesedihan
pasti ada kemudahan,” lewat firman- firman- Nyalah kita selalu dibuat tegar sekalipun badai menerjang.
Kita
perlu mencontoh para syahid yang rela mati demi cintanya kepada Allah, seperti
Hasan Al Banna yang berhasil menggapai luhur citanya sebagai syahid ditembus
timah panas penguasa dzalim, sebagaimana pula Sayyid Quthb yang dikenang
sebagai pejuang setelah syahid ditiang gantung. Karena mereka mempunyai prinsip
terhadap keimanan mereka bahwa Allah adalah tujuan segala kata dan gerak,
demikian pula cita- cita tertinggi mereka adalah mati dijalan Allah. Sungguh
sangat sejati cinta mereka kepada- Nya, lalu bagaimana dengan kita? Sudah
sejatikah cinta kita kepada- Nya?
Kesibukan
memang selalu kita dapati, namun kita tidak boleh terlena dengan keuntungan
duniawi, sehingga lupa dari ketaatan kita kepada- Nya. Lupa dan lalai dari
ketaatan yang biasanya mendorong lahirnya perbuatan dosa, letak dosa inilah yang
membuat Allah cemburu terhadap hamba- hamba- Nya yang mengaku beriman. Allah
meciptakan langit dan bumi beserta isinya dengan penuh cinta, sudah selayaknya
kita sebagai hamba- Nya tidak sering membuat Allah cemburu. Kita harus ingat
bahwa tujuan kita diciptakan kedunia hanya untuk beribadah dan tunduk kepada-
Nya, maka jangan biarkan Allah cemburu pada kita, karena ketaatan kita yang
memudar, atau kemaksiatan yang mulai akrab dengan keseharian kita, atau bahkan
ada cinta lain yang menyibukkan dari kekhusyuan cinta kepada- Nya. Itu yang
harus kita hindari mulai sekarang.
“Tidak
ada sesuatu yang lebih cemburuSelain Allah,
karena
itu Dia mengharamkanSegala macam kekejian.”
(H.R
Bukhari)
By:
Bintu Rumi












